Tenaga kerja adalah faktor penting dalam proses produksi. Akan tetapi dalam memandang definisi tenaga kerja sendiri, terdapat dua pandangan yang berbeda dan saling menegaskan antara keduanya. Pihak pengusaha di satu sisi dan pekerja disisi lainnya. Hal yang menjadi perdebatan salah satunya adalah tentang upah minimum. Perbedaan pendapat ini dapat dilihat dari perselisihan antara kelompok serikat pekerja yang menghendaki kenaikan upah minimum yang signifikan, sementara kelompok pengusaha melihat bahwa tuntutan ini bertentangan dan tidak cocok dengan upaya pemerintah mendorong pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Upah minimum regional merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup bagi tenaga kerja, guna meningkatkan taraf hidup. Pemerintah daerah harus mampu mengkalkulasi secara efektif dan efisien berapa kira-kira besaran UMR (Upah Minimum Regional) secara netral tanpa mengorbankan salah satu pihak yakni antara kaum buruh dengan para pengusaha. Salah perhitungan sedikit saja akan fatal dampaknya bagi perekonomian daerah tersebut dan bahkan bisa mengganggu stabilitas perekonomian pusat dan dikhawatirkan akan menyebabkan terganggunya perekonomian Indonesia. Oleh karena itu dalam penetapan Upah Minimum Regional harus berdasarkan pada hasil survey KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral yang berasal dari akademisi.
Apa itu KHL? KHL ialah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. KHL berisikan sejumlah komponen yang diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan kebijakan Upah Minimum Regional seperti yang diatur dan ditetapkan dalam pasal 88 ayat 4.
Dalam teori ekonomi, upah diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Walaupun secara fakta kita mengenal adanya upah kepada pekerja profesional atau pekerja tetap dengan upah atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap, akan tetapi pembayaran atas kedua hal tersebut tetap disebut sebagai upah.
Ada beberapa sistem upah yang bisa digunakan untuk menghitung upah pekerja yaitu:
1. Sistem upah menurut waktu, yakni pemberian upah berdasarkan waktu (lama) bekerja dari pekerja. Misalnya tukang bangunan dibayar per hari Rp15.000,- bila dia bekerja 10 hari maka akan dibayar Rp150.000,-.
2. Sistem upah menurut prestasi, yakni pemberian upah berdasarkan prestasi (jumlah barang yang dihasilkan) pekerja. Semakin banyak jumlah barang yang dihasilkan, semakin besar upah yang diterima pekerja.
3. Sistem upah borongan, yakni pemberian upah berdasarkan kesepakatan pemberian kerja dan pekerja. Misalnya, untuk membuat rumah ukuran 30 m x 10 m disepakati diborongkan dengan upah Rp30.000.000,- sampai rumah tersebut selesai. Pembuatan rumah selain diborongkan bisa juga dibayar dengan sistem upah menurut waktu, misalnya harian, dengan tujuan agar pekerja bekerja lebih bagus dan hati-hati dalam membuat rumah. Dengan demikian, umumnya jumlah upah harian yang dibayarkan lebih mahal dibanding upah borongan.
4. Sistem upah premi, yakni pemberian upah dengan mengombinasikan sistem upah prestasi yang ditambah dengan premi tertentu. Misalnya bila pekerja mampu menyelesaikan 50 boneka dalam 1 jam akan dibayar Rp25.000,- dan kelebihan dari 50 boneka akan diberi premi misal Rp300,- per boneka. Apabila seorang pekerja mampu membuat 70 boneka dia akan menerima Rp25.000,- + (Rp300,- x 20) = Rp31.000-,.
5. Sistem upah partisipasi, yakni pemberian upah khusus berupa sebagian keuntungan perusahaan pada akhir tahun buku. Upah ini merupakan bonus/(hadiah). Jadi, selain menerima upah seperti biasa, pada sistem upah ini, pekerja akan menerima sejumlah upah lagi setiap akhir tahun buku. Sistem upah partisipasi disebut juga sistem upah bonus.
6. Sistem upah mitra usaha (co Partnership), yakni pemberian upah seperti sistem upah bonus, bedanya upah tidak diberikan dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk saham atau obligasi. Dengan memberikan, saham diharapkan pekerja lebih giat dan hati-hati dalam bekerja, karena mereka juga merupakan pemilik perusahaan.
7. Sistem upah indeks biaya hidup, yakni pemberian upah yang didasarkan pada besarnya biaya hidup. Semakin naik biaya hidup, semakin naik pula besarnya upah yang diberikan.
8. Sistem upah skala berubah (sliding scale), yakni pemberian upah berdasarkan skala hasil penjualan yang berubah-ubah.
Penetapan upah minimum berperan dalam meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Upah minimum yang ideal akan mampu memenuhi harapan pekerja, pengusaha, dan pencari kerja. Kebijakan upah minimum tidak hanya berdampak pada upah pekerja dengan tingkat upah di sekitar upah minimum, tetapi juga berdampak ke seluruh distribusi upah, harga, iklim usaha, dan penyerapan tenaga kerja.
Setelah mengetahui system & mekanisme pengupahan buruh maupun persoalan pengupahan buruh saya berpendapat bahwa persoalan tentang upah yang mana dalam pembahasan kali ini ialah Upah Minimum Regional ialah suatu permasalahan yang sangat kompleks. Yang mana artinya Pemerintah yang bertindak sebagai regulator berusaha untuk bersikap adil untuk saling berusaha menyenangkan kedua belah pihak tanpa timpang sebelah antara buruh dengan pengusaha, karena buruh dan pengusaha sejatinya merupakan suatu pasangan yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Pengusaha tidak mampu beroperasi dengan lancar tanpa di dukung oleh tenaga kerja, sebaliknya tenaga kerja membutuhkan lapangan pekerjaan untuk mendapatkan upah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu peran pemerintah dalam kasus ini pemerintah daerah agar mampu secara bijak efektif dan efisien dalam memutuskan berapa besaran yang dirasa pas bagi kedua belah pihak agar tidak merasa berat sebelah.
Upah Minimum Regional (UMR) pada dasarnya bak buah simalakama, dimana jika buah itu kita makan maka bapak mati namun jika kita tidak makan maka ibu yang mati. UMR pun seperti itu, jika UMR tinggi maka buruh akan sangat bersuka cita sekali karena mendapat penghasilan yang tinggi namun pihak pengusaha akan merasa terbebani dengan beban gaji buruh yang begitu besar tidak mampu di cover oleh laba perusahaan. Namun jika UMR kita rendahkan maka pengusaha yang bergantian sangat bersuka cita sekali namun buruh tidak akan mau bekerja dan melakukan orasi-orasi di jalan-jalan kota menuntut pemerintah daerah maupun pusat untuk menaikan UMR mereka.
Maka dari itu diperlukanlah sosok yang kompeten memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin yang memiliki beragam solusi untuk memecahkan masalah UMR yang tergolong ruwet ini, selain itu juga diperlukan komunikasi public maupun bisnis agar mampu meyakinkan para buruh maupun para pengusaha bahwa keputusan UMR yang sudah ia putuskan benar-benar tepat dan sesuai dengan standar yang berlaku maupun secara konstitusi dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Metode yang digunakan dalam membahas studi ini adalah metode deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder dan publikasi yang ada. Penetapan upah minimum masih menghadapi kendala di antaranya mekanisme bersifat adhoc dan tidak pasti sehingga upah minimum sulit diprediksi dan diperhitungkan.
http://akuntansimakalah.blogspot.co.id/2014/02/makalah-pengaruh-kekakuan-upah.html
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/view/49
NB : Saya mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan dan kata-kata yang kurang berkenan, serta kurangnya sumber yang dicantumkan. Essay ini adalah latihan menulis saya, saya tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Kritik serta saran yang membangun senantiasa saya butuhkan agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
TERIMAKASIH
Tenaga kerja adalah faktor penting dalam proses produksi. Akan tetapi dalam memandang definisi tenaga kerja sendiri, terdapat dua pandangan yang berbeda dan saling menegaskan antara keduanya. Pihak pengusaha di satu sisi dan pekerja disisi lainnya. Hal yang menjadi perdebatan salah satunya adalah tentang upah minimum. Perbedaan pendapat ini dapat dilihat dari perselisihan antara kelompok serikat pekerja yang menghendaki kenaikan upah minimum yang signifikan, sementara kelompok pengusaha melihat bahwa tuntutan ini bertentangan dan tidak cocok dengan upaya pemerintah mendorong pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Upah minimum regional merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup bagi tenaga kerja, guna meningkatkan taraf hidup. Pemerintah daerah harus mampu mengkalkulasi secara efektif dan efisien berapa kira-kira besaran UMR (Upah Minimum Regional) secara netral tanpa mengorbankan salah satu pihak yakni antara kaum buruh dengan para pengusaha. Salah perhitungan sedikit saja akan fatal dampaknya bagi perekonomian daerah tersebut dan bahkan bisa mengganggu stabilitas perekonomian pusat dan dikhawatirkan akan menyebabkan terganggunya perekonomian Indonesia. Oleh karena itu dalam penetapan Upah Minimum Regional harus berdasarkan pada hasil survey KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral yang berasal dari akademisi.
Apa itu KHL? KHL ialah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. KHL berisikan sejumlah komponen yang diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan kebijakan Upah Minimum Regional seperti yang diatur dan ditetapkan dalam pasal 88 ayat 4.
Dalam teori ekonomi, upah diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Walaupun secara fakta kita mengenal adanya upah kepada pekerja profesional atau pekerja tetap dengan upah atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap, akan tetapi pembayaran atas kedua hal tersebut tetap disebut sebagai upah.
Ada beberapa sistem upah yang bisa digunakan untuk menghitung upah pekerja yaitu:
1. Sistem upah menurut waktu, yakni pemberian upah berdasarkan waktu (lama) bekerja dari pekerja. Misalnya tukang bangunan dibayar per hari Rp15.000,- bila dia bekerja 10 hari maka akan dibayar Rp150.000,-.
2. Sistem upah menurut prestasi, yakni pemberian upah berdasarkan prestasi (jumlah barang yang dihasilkan) pekerja. Semakin banyak jumlah barang yang dihasilkan, semakin besar upah yang diterima pekerja.
3. Sistem upah borongan, yakni pemberian upah berdasarkan kesepakatan pemberian kerja dan pekerja. Misalnya, untuk membuat rumah ukuran 30 m x 10 m disepakati diborongkan dengan upah Rp30.000.000,- sampai rumah tersebut selesai. Pembuatan rumah selain diborongkan bisa juga dibayar dengan sistem upah menurut waktu, misalnya harian, dengan tujuan agar pekerja bekerja lebih bagus dan hati-hati dalam membuat rumah. Dengan demikian, umumnya jumlah upah harian yang dibayarkan lebih mahal dibanding upah borongan.
4. Sistem upah premi, yakni pemberian upah dengan mengombinasikan sistem upah prestasi yang ditambah dengan premi tertentu. Misalnya bila pekerja mampu menyelesaikan 50 boneka dalam 1 jam akan dibayar Rp25.000,- dan kelebihan dari 50 boneka akan diberi premi misal Rp300,- per boneka. Apabila seorang pekerja mampu membuat 70 boneka dia akan menerima Rp25.000,- + (Rp300,- x 20) = Rp31.000-,.
5. Sistem upah partisipasi, yakni pemberian upah khusus berupa sebagian keuntungan perusahaan pada akhir tahun buku. Upah ini merupakan bonus/(hadiah). Jadi, selain menerima upah seperti biasa, pada sistem upah ini, pekerja akan menerima sejumlah upah lagi setiap akhir tahun buku. Sistem upah partisipasi disebut juga sistem upah bonus.
6. Sistem upah mitra usaha (co Partnership), yakni pemberian upah seperti sistem upah bonus, bedanya upah tidak diberikan dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk saham atau obligasi. Dengan memberikan, saham diharapkan pekerja lebih giat dan hati-hati dalam bekerja, karena mereka juga merupakan pemilik perusahaan.
7. Sistem upah indeks biaya hidup, yakni pemberian upah yang didasarkan pada besarnya biaya hidup. Semakin naik biaya hidup, semakin naik pula besarnya upah yang diberikan.
8. Sistem upah skala berubah (sliding scale), yakni pemberian upah berdasarkan skala hasil penjualan yang berubah-ubah.
Penetapan upah minimum berperan dalam meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Upah minimum yang ideal akan mampu memenuhi harapan pekerja, pengusaha, dan pencari kerja. Kebijakan upah minimum tidak hanya berdampak pada upah pekerja dengan tingkat upah di sekitar upah minimum, tetapi juga berdampak ke seluruh distribusi upah, harga, iklim usaha, dan penyerapan tenaga kerja.
Setelah mengetahui system & mekanisme pengupahan buruh maupun persoalan pengupahan buruh saya berpendapat bahwa persoalan tentang upah yang mana dalam pembahasan kali ini ialah Upah Minimum Regional ialah suatu permasalahan yang sangat kompleks. Yang mana artinya Pemerintah yang bertindak sebagai regulator berusaha untuk bersikap adil untuk saling berusaha menyenangkan kedua belah pihak tanpa timpang sebelah antara buruh dengan pengusaha, karena buruh dan pengusaha sejatinya merupakan suatu pasangan yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Pengusaha tidak mampu beroperasi dengan lancar tanpa di dukung oleh tenaga kerja, sebaliknya tenaga kerja membutuhkan lapangan pekerjaan untuk mendapatkan upah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu peran pemerintah dalam kasus ini pemerintah daerah agar mampu secara bijak efektif dan efisien dalam memutuskan berapa besaran yang dirasa pas bagi kedua belah pihak agar tidak merasa berat sebelah.
Upah Minimum Regional (UMR) pada dasarnya bak buah simalakama, dimana jika buah itu kita makan maka bapak mati namun jika kita tidak makan maka ibu yang mati. UMR pun seperti itu, jika UMR tinggi maka buruh akan sangat bersuka cita sekali karena mendapat penghasilan yang tinggi namun pihak pengusaha akan merasa terbebani dengan beban gaji buruh yang begitu besar tidak mampu di cover oleh laba perusahaan. Namun jika UMR kita rendahkan maka pengusaha yang bergantian sangat bersuka cita sekali namun buruh tidak akan mau bekerja dan melakukan orasi-orasi di jalan-jalan kota menuntut pemerintah daerah maupun pusat untuk menaikan UMR mereka.
Maka dari itu diperlukanlah sosok yang kompeten memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin yang memiliki beragam solusi untuk memecahkan masalah UMR yang tergolong ruwet ini, selain itu juga diperlukan komunikasi public maupun bisnis agar mampu meyakinkan para buruh maupun para pengusaha bahwa keputusan UMR yang sudah ia putuskan benar-benar tepat dan sesuai dengan standar yang berlaku maupun secara konstitusi dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Metode yang digunakan dalam membahas studi ini adalah metode deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder dan publikasi yang ada. Penetapan upah minimum masih menghadapi kendala di antaranya mekanisme bersifat adhoc dan tidak pasti sehingga upah minimum sulit diprediksi dan diperhitungkan.
http://akuntansimakalah.blogspot.co.id/2014/02/makalah-pengaruh-kekakuan-upah.html
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/view/49
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/view/49
NB : Saya mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan dan kata-kata yang kurang berkenan, serta kurangnya sumber yang dicantumkan. Essay ini adalah latihan menulis saya, saya tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Kritik serta saran yang membangun senantiasa saya butuhkan agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
TERIMAKASIH





